ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN
TERKAIT KINERJA GURU
BAB I
LATAR BELAKANG
Era reformasi telah membawa perubahan-perubahan mendasar
dalam berbagai kehidupan termasuk kehidupan pendidikan. Salah satu perubahan
mendasar adalah manajemen Negara, yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi
manajemen berbasis daerah. Secara resmi, perubahan manajemen ini telah
diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999,
yang kemudian direvisi dan disempurnakan menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Pedoman pelaksanaannyapun telah dibuat melalui
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Konsekuensi logis
dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah bahwa manajemen
pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi.
Penyesuaian dengan jiwa dan semangat otonomi itu, antara
lain terwujud dalam bentuk perubahan arah paradigma pendidikan, dari paradigma
lama ke paradigma baru, yang tentu juga berdampak pada paradigma perencanaan
pendidikannya. Secara ideal, paradigma baru pendidikan tersebut mestinya
mewarnai kebijakan pendidikan baik kebijakan pendidikan yang bersifat
substantif maupun implementatif. Seperti yang dinyatakan oleh Azyumardi Azra
(2002: xii) bahwa dengan era otonomi daerah :
”Lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah, madrasah,
pesantren, universitas (perguruan tinggi), dan lainnya – yang terintegrasi
dalam pendidikan nasional- haruslah melakukan reorientasi, rekonstruksi kritis,
restrukturisasi, dan reposisi, serta berusaha untuk menerapkan paradigma baru
pendidikan nasional”. Selain itu, implementasi kebijakan tersebut diharapkan
berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan di daerah dan di tingkat satuan
pendidikan.
Agar
dampak positif dapat benar-benar terwujud, kemampuan perencanaan pendidikan
yang baik di daerah sangatlah diperlukan. Dengan kemampuan perencanaan
pendidikan yang baik diharapkan dapat mengurangi kemungkinan timbulnya
permasalahan yang serius. Fiske (1996) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman
berbagai negara sedang berkembang yang menerapkan otonomi di bidang pendidikan,
otonomi berpotensi memunculkan masalah: perbenturan kepentingan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, menurunnya mutu pendidikan, inefisiensi dalam
pengelolaan pendidikan, ketimpangan dalam pemerataan pendidikan, terbatasnya
gerak dan ruang partisipasi masyarakat dalam pendidikan, serta berkurangnya
tuntutan akuntabilitas pendidikan oleh pemerintah serta meningkatnya
akuntabilitas pendidikan oleh masyarakat. Selain itu, dengan perencanaan yang
baik, konon, merupakan separoh dari kesuksesan dalam pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan yang telah diotonomikan di daerah.
Ditetapkannya Undang Undang nomor 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen merupakan dasar kebijakan untuk memperkuat eksistensi
tenaga kependidikan sebagai tenaga profesional,
seperti profesi-profesi yang lainnya. Kualitas profesi tenaga guru selalu
diupayakan, baik melalui ketentuan kualifikasi pendidikannya maupun kegiatan in-service
training, dengan berbagai bentuknya, seperti: pendidikan dan latihan
(diklat), penataran dan pelibatan dalam berbagai seminar untuk meng-update
wawasannya dalam kompetensi pedagogi dan akademik. Pemerintah mulai menyadari
betapa strategisnya peran tenaga guru dalam mengantarkan generasi muda untuk
menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan kompetitif sehingga
mampu mewujudkan suatu kesejahteraan bersama.
Menurut Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, PENILAIAN
KINERJA GURU adalah penilaian dari tiap butir
kegiatan tugas utama guru dalam rangka
pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya.
Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat
dipisahkan dari kemampuan seorang guru dalam
penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan
keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan
sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
BAB II
KAJIAN TEORI
Pembangunan bangsa dan negara menuju kesejahteraan
bersama merupakan isu-isu yang terus berkembang. Ada beberapa terminologi
paradigma yang sempat berkembang antara lain: pembangunan berbasis kerakyatan,
pembangunan bercirikan partisipatoris, pembangunan yang manusiawi. Dewasa ini
pembangunan yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi memang telah berhasil
mewujudkan kemakmuran, tetapi gagal dalam mewujudkan kesejahteraan yang merata,
bahkan sebaliknya banyak menimbulkan masalah yang sulit dicari pemecahannya.
Pembangunan masyarakat pada dasarnya menekankan
pentingnya pengentasan kemiskinan melalui berbagai pemberdayaan
kelompok-kelompok marjinal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat yang
kurang memiliki kemampuan ekonomi secara berkelanjutan. Pemerintah dituntut
untuk menciptakan dan mengoptimalkan sumber daya manusia dalam berbagai bidang
sesuai dengan kebutuhannya. Analisis penelitian ini mendasarkan pada teori
pemberdayaan SDM sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
menuju terciptanya SDM yang unggul dan kompetitif dimulai dari peningkatan
kualitas kinerja tenaga kependidikan yang profesional.
Pemberdayaan (empowerment) mengandung dua
pengertian, yaitu: (1) to give power to (memberi kekuasaan, mengalihkan
kekuasaan, mendelegasikan otoritas pada pihak lain, (2) to give ability to
(usaha untuk memberi kemampuan) (Oxfort English Dictionary). Makna
tersebut mensyiratkan bahwa konsep peningkatan kualitas pendidikan belum
mengoptimalkan pada pemberdayaan kinerja guru, yang memiliki peran dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Pemberdayaan tenaga pendidik merupakan
perwujudan capacity building yang bernuansa pada pemberdayaan sumber
daya manusia tenaga pendidik melalui pengembangan berbagai kemampuan (kinerja)
dan tanggungjawab serta suasana sinergis antara pemerintah (masyarakat) dengan
guru. Upaya optimalisasi kinerja guru yang berkelanjutan merupakan faktor yang
penting dibanding faktor lainnya dalam peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini
telah disadari dan dilakukan oleh pemerintah melalui penugasan studi lanjut,
berbagai training dan penataran pada guru.
Studi lanjut diperuntukkan bagi guru-guru Sekolah
Dasar yang belum memiliki kualifikasi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD),
bahkan yang sudah berijazah S1 bukan PGSD sebagian disarankan untuk menempuh
lagi pada S1 PGSD. Sedangkan berbagai training atau pelatihan tentang
pengembangan profesi seperti: penyusunan silabus, perencanaan pelaksanaan
pembelajaran (RPP), model-model pembelajaran, pengembangan evaluasi hasil
belajar, diberikan kepada guru. Selain itu juga diselenggarakan berbagai
seminar tentang optimalisasi kinerja guru untuk menunjang kompetensinya secara
profesional.
Menurut Lembaga Administrasi Negara
Republik Indonesia (1996:2) kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang harus
dijadikan pedoman, pedoman atau petunjuk bagi setiap usaha, dan kegiatan
aparatur pemerintahan, sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan upaya mencapai tujuan. Berdasarkan pengertian
di atas, hakikat kebijakan merupakan peraturan-peraturan yang diperlakukan
dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Tiga elemen kebijakan (Islamy, 2000:17)
yaitu (1) identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai, (2) taktik atau strategi
untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (3) penyediaan berbagai input yang
memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi tersebut.
Kinerja guru (Job Performance) merupakan
sejumlah hasil kegiatan yang telah dilaksanakan atau akan dilakukan oleh guru
sesuai profesinya sebagai guru. Suman (2005) mendefinisikan kinerja sebagai
“sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh
seseorang kepada sekelompok orang”. Rao (dalam Mulyasa, 2007) mengemukakan
bahwa kinerja adalah hasil dari kemampuan serta usaha. Sedangkan menurut Porter
(2006) bahwa kinerja adalah succesfull role achievement yang diperoleh
seseorang dari perbuatannya. Kinerja merupakan perilaku yang ditampakkan oleh
individu atau kelompok. Dalam
mencapai sesuatu seseorang biasanya termotivasi oleh kinerja.
Motivasi merupakan unsur penting yang harus dimiliki
oleh setiap orang. Sebab peranan motivasi bisa berfungsi sebagai pendorong
kinerja. Kinerja adalah kapasitas yang dimiliki seseorang untuk melakukan atau
menyelesaikan suatu pekerjaan. Usaha adalah waktu dan tenaga yang dikeluarkan
seseorang untuk mencapai motivasinya. Sedangkan motivasi adalah harapan,
keinginan, dorongan hati, desakan untuk mencapai sesuatu. Motivasi diartikan
sebagai sikap (menerima/menolak) terkait dengan minat, kesanggupan,
kecakapan, atau kekuatan. Dalam kaitannya dengan seseorang, maka motivasi
dimaksudkan sebagai kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan seseorang untuk
melakukan tugas yang menjadi tanggungjawabnya.
Kemampuan seseorang itu pada dasarnya merupakan hasil
proses belajar, yang meliputi aspek-aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Menurut Gagne (1992) hasil belajar merupakan perubahan yang meliputi cognitive,
attitude dan psychomotor. Begitu juga pendapat Krathwohl (1994) yang
menyatakan bahwa hasil belajar (learning outcomes) yang meliputi tiga
domain, yaitu: (a) cognitive, (b) affective, dan (c) psychomotor,
yang sering juga disebut dengan taxonomy of education objectives. Kemampuan
yang meliputi tiga aspek tersebut akan mempengaruhi kinerja seseorang yang
pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat keberhasilan organisasi dalam hal ini
kualitas pendidikan.
McClelland (2001) menyatakan bahwa ada hubungan yang
positif antara motivasi kerja dan kinerja seseorang. Artinya setiap pekerja
yang memiliki motivasi kerja tinggi akan menghasilkan prestasi kerja yang
tinggi pula. Demikian juga bahwa pemberdayaan memiliki kaitan yang positif
terhadap motivasi seseorang. Teknik-teknik untuk memotivasi kinerja guru
tersebut menurut Prabu Mangkunegara (2005) antara lain: (1) teknik pemenuhan
kebutuhan, (2) teknik komunikasi persuasif. Pemenuhan kebutuhan guru merupakan
fondamen yang mendasar bagi perilaku kerja. Manajemen tidak mungkin dapat
memotivasi guru tanpa memenuhi kebutuhan yang memadai. Menurut Maslow (2005)
hirarki kebutuhan guru meliputi: kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri.
Bila dikaitkan antara kebijakan
pendidikan dengan penilaian kinerja guru, maka tidak lepas dari Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang guru, pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Hal yang sama juga disebutkan
dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
BAB III
PEMBAHASA
Secara alamiah dalam setiap
pengambilan kebijakan oleh para penentu kebijakan pada dasarnya didahului
dengan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai kondisi yang ada sehingga
diperoleh bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai landasan dalam menetapkan
kebijakan. Upaya untuk memahami kondisi yang ada dalam segala aspeknya dengan
memanfaatkan segala data dan informasi terkait, menggunakan pendekatan ilmiah
sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan untuk menentukan kebijakan
disebut penelitian atau analisis kebijakan ( Balitbangdikbud, 2002)
Dalam
kaitan ini, Dunn (2001) mendifinisikan analisis kebijakan sebagai ” the process
of producing knowledge of and in policy process” ( aktivitas menciptakan
pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan), sedangkan menurut
Muhadjir (2000) analisis kebijakan adalah sebuah telaah kritis terhadap isu
kebijakan tertentu, dilakukan oleh analisis dan para pihak yang dipengaruhi
kebijakan dengan menggunakan ragam pendekatan dan metoda untuk menghasilkan
nasehat atau rekomendasi kebijakan guna mencari solusi yang tepat atas berbagai
masalah kebijakan yang relevan.
Sistem penilaian kinerja guru adalah sistem penilaian yang
dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru
dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang
ditunjukkan dalam unjuk kerjanya.
Secara umum, penilaian kinerja guru memiliki 2 fungsi utama sebagai berikut.
1.
Untuk menilai
kemampuan guru dalam menerapkan semua
kompetensi dan keterampilan yang diperlukan pada
proses pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan
tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah. Dengan demikian, profil kinerja
guru sebagai gambaran kekuatan dan kelemahan
guru akan teridentifikasi dan dimaknai
sebagai analisis kebutuhan atau audit
keterampilan untuk setiap guru, yang dapat
dipergunakan sebagai basis untuk merencanakan penilaian
kinerja guru .
2.
Untuk menghitung
angka kredit yang diperoleh guru atas
kinerja pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan
tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah yang dilakukannya pada tahun
tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai
bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat
dan jabatan fungsionalnya.
Hasil penilaian kinerja guru
diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan
berbagai kebijakan yang terkait dengan
peningkatan mutu dan kinerja guru sebagai
ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan
dalam menciptakan insan yang cerdas,
komprehensif, dan berdaya saing tinggi. penilaian
kinerja guru merupakan acuan bagi sekolah/madrasah
untuk menetapkan pengembangan karir dan promosi
guru. Bagi guru, penilaian kinerja guru merupakan
pedoman untuk mengetahui unsur‐unsur kinerja yang
dinilai dan merupakan sarana untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahan individu dalam
rangka memperbaiki kualitas kinerjanya.
penilaian kinerja guru dilakukan
terhadap kompetensi guru sesuai dengan
tugas pembelajaran, pembimbingan, atau tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah. Khusus
untuk kegiatan pembelajaran atau pembimbingan,
kompetensi yang dijadikan dasar untuk penilaian
kinerja guru adalah kompetensi pedagogik,
profesional, sosial dan kepribadian, sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 16 Tahun 2007. Keempat kompetensi
ini telah dijabarkan menjadi kompetensi guru
yang harus dapat ditunjukkan dan diamati
dalam berbagai kegiatan, tindakan dan sikap
guru dalam melaksanakan pembelajaran atau
pembimbingan.
Sementara itu, untuk tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/ madrasah,
penilaian kinerjanya dilakukan berdasarkan
kompetensi tertentu sesuai dengan tugas
tambahan yang dibebankan tersebut (misalnya;
sebagai kepala sekolah/madrasah, wakil kepala
sekolah/madrasah, pengelola perpustakaan, dan
sebagainya sesuai dengan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 16 Tahun 2009).
Bila
analisis kebijakan dikaitkan dengan pendidikan, maka analisis kebijakan
pendidikan adalah suatu prosedur ilmiah untuk menelaah dan merumuskan seluruh
isu-isu dan permasalahan pendidikan berdasarkan analisa yang tajam dan metode
berfikir yang kritis yang selanjutnya menghasilkan sebuah pemikiran atau
rumusan yang berguna bagi kebijakan pendidikan.
1. Landasan Hukum Yang Digunakan Dalam Kebijakan Pendidikan
Dalam Buku Pedoman
Pelaksanaan Kinerja Guru (2010:5) bahwa penilaian kinerja yang terkait dengan
proses pembelajaran bagi guru mata pelajaran maupun guru kelas, meliputi
kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi dan menilai,
menganalisis hasil penilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian
dalam menerapkan empat domain kompetensi, yang harus dimiliki oleh guru sesuai
dengan peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 16 Tahun 2007, tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tantang Guru,
Pasal 3, ayat 1 disebutkan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai dan
diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dalam ayat
3 disebutkan yang dimaksud dengan kompetensi meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi.
Dalam Peraturan
Pemerintah No. 74 Tahun 2008, tentang Guru, pasal 2 disebutkan, guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.Hal yang sama juga pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005,
tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 28. Di Pasal 4 ayat 1 disebutkan
sertifikat pendidik diperoleh melalui program pendidikan profesi yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
pendidikan, yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun
masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Pasal 52 ayat 2 disebutkan beban
kerja guru paling sedikit 24 jam tatap muka dan paling banyak 40 jam tatap muka
dalam satu minggu. Sedang pada pasal 54, menyebutkan beban mengajar kepala
satuan pendidikan 6 jam tatap muka, wakil kepala sekolah, kepala perpustakaan, kepala
laboratorium, 12 jam tatap muka, sedang
guru BK memberi bimbingan minimal 150 siswa.
Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, pasal 45 ayat 2 disebutkan bahwa guru
memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan di tingkat satuan
pendidikan yang di antaranya meliputi penyusunan rencana strategis;
menyampaikan pendapat menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban anggaran
dan pendapatan belanja sekolah; penyusunan anggaran tahunan satuan pendidikan. Sedang berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
pasal 3 disebutkan bahwa Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu. Pada pasal 19 dikatakan proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenanngkan, menantang, memotivasi peserta didik, untuk berpartisipasi aktif,
serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian,
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta
didik. Pasal 20 mengatakan, perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus
dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran,
materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar.
Pasal 23 menyebutkan bahwa pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang
diperlukan.
2. Implementasi Kebijakan Dalam Penilaian Kinerja Guru
Guru menjadi
ujung tombak dalam keberhasilan perkembangan sumber daya manusia suatu bangsa,
maka guru memang harus bekerja secara
profesional, sehingga diharapkan mampu meningkatkan proses pembelajaran. Tapi,
yang menjadi persoalan, apakah standar penilaian
yang digunakan itu sesuai dengan kondisi di
lapangan, terutama bagi sekolah yang berada di pinggiran, yang selama ini
kurang mendapat perhatian dari pemerintah, baik yang berkaitan dengan
kelengkapan sarana dan prasarana maupun segi pembinaannya. Pada Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru, pasal 2, guru diwajibkan memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik. Yang menjadi
persoalan sekarang, guru banyak yang merasa kesulitan untuk menenuhi target
tersebut.
Sertifikasi yang
diadakan pemerintah,setiap tahunnya, jumlahnya terbatas, sehingga guru yang
sudah bersertifikasi jumlahnya sangat sedikit. Banyak sekali guru yang seharusnya sudah tersertifikasi bahkan hingga tiba usia
pensiun belum juga tersertifikasi, hal ini dikarenakan tempat tugas mereka yang
jauh dari informasi. Perangkingan dalam data base guru antrian sertifikasi
sendiri mengharuskan guru berperan aktif dalam pendataannya, hal ini yang
mengakibatkan guru-guru yang sudah senior tidak mampu mengejar informasi
tersebut, sehingga banyak guru yang baru terangkat tetapi lebih dekat tempat
kerjannya dengan pusat pemerintahan lebih dulu masuk ke antrian sertifikasi.
Hal inilah yang harus dibenahi dimasa mendatang, karena hal ini banyak sekali
menimbulkan kecemburuan dikalangan guru sendiri, karena adanya guru di suatu
sekolah, yang lebih senior belum masuk antrian sertifikasi, tetapi ada guru
yang baru terangkat menjadi pegawai namaya sudah masuk data base sertifikasi.
Masalah
terjadi bukan hanya dalam sertifikasi guru, khususnya di Kutai Kartanegara dalam
kenaikan golongan saja banyak guru yang masa kerjanya sudah lebih dari lima
tahun belum pernah ada perubahan golongan. Hal ini bukan disebabkan kurangnya
nilai angka kredit, melainkan karena usulan yang diserahkan ke Dinas Pendidikan
tidak pernah diteruskan hingga ke bagian kepegawaian daerah, data usulan
berserakan begitu saja dan kemudian hilang dan harus mengusulkan lagi pada
periode berikutnya.
Permasalahan
ini sebenarnya bisa terselesaikan bila pihak-pihak yang terkait kepegawaian di
Dinas Pendidikan, Cabang Dinas Pendidikan/UPT Dinas Pendidikan berperan aktif
dalam pendataannya, karena merekalah yang selama ini menerima laporan secara
langsung mengenai kepegawaian antara lain, daftar hadir guru, mutasi guru,
analisis kebutuhan, maupun penambahan guru baru. Sehingga dalam hal ini jika
pengolahan data di dinas tersebut berjalan baik tidak ada alasan ada guru yang
sebetulnya lebih layak mendapatkan sertifikat profesi akan tertinggal.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan/ dirangkum hal-hal sebagai berikut:
a.
Era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam
pendidikan, salah satunya adalah terjadinya perubahan arah paradigma
pendidikan, termasuk dalam hal sistem perencanaan pendidikan di daerah.
b.
kebijakan merupakan
ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pedoman atau petunjuk bagi
setiap usaha, dan kegiatan aparatur pemerintahan, sehingga tercapai kelancaran
dan keterpaduan upaya mencapai tujuan.
Berdasarkan pengertian di atas, hakikat kebijakan merupakan peraturan-peraturan
yang diperlakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
c.
analisis
kebijakan adalah sebuah telaah kritis terhadap isu kebijakan tertentu,
dilakukan oleh analisis dan para pihak yang dipengaruhi kebijakan dengan
menggunakan ragam pendekatan dan metoda untuk menghasilkan nasehat atau
rekomendasi kebijakan guna mencari solusi yang tepat atas berbagai masalah
kebijakan yang relevan.
d.
bahwa kinerja adalah succesfull
role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatannya. Kinerja
merupakan perilaku yang ditampakkan oleh individu atau kelompok. Dalam mencapai sesuatu seseorang biasanya termotivasi
oleh kinerja.
e.
Bila
analisis kebijakan dikaitkan dengan pendidikan, maka analisis kebijakan
pendidikan adalah suatu prosedur ilmiah untuk menelaah dan merumuskan seluruh
isu-isu dan permasalahan pendidikan berdasarkan analisa yang tajam dan metode
berfikir yang kritis yang selanjutnya menghasilkan sebuah pemikiran atau
rumusan yang berguna bagi kebijakan pendidikan.
f.
Secara umum, penilaian kinerja guru memiliki 2 fungsi utama sebagai berikut.
1.
Untuk menilai
kemampuan guru dalam menerapkan semua
kompetensi dan keterampilan yang diperlukan pada
proses pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan
tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah. Dengan demikian, profil kinerja
guru sebagai gambaran kekuatan dan kelemahan
guru akan teridentifikasi dan dimaknai
sebagai analisis kebutuhan atau audit
keterampilan untuk setiap guru, yang dapat
dipergunakan sebagai basis untuk merencanakan penilaian
kinerja guru .
2.
Untuk menghitung
angka kredit yang diperoleh guru atas
kinerja pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan
tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah yang dilakukannya pada tahun
tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai
bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat
dan jabatan fungsionalnya.
g.
Konsep
kebijakan pendidikan yang terkait dengan Penilaian Kinerja Guru, merupakan konsep yang baik dalam usaha
menjadikan guru semakin profesional dalam menjalankan tugasnya. Sayangnya,
kebijakan tersebut implementasinya di lapangan belum maksimal, hal ini dikarenakan kurang berperanya pengawasan dan
penilaian kepegawaian di tingkat kabupaten/kota.
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja
Guru Departemen Pendidikan Nasional
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Peraturan
Menteri Pendidikan Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Klasifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 tentang
Standar Pengawas.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah.
Tilaar,
H.A.R. 2000. Paradigma Baru Pendidikan
Nasional.Jakarta: Rinek Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar