Tayangan halaman minggu lalu

Rabu, 29 Februari 2012

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN


ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN 
TERKAIT KINERJA GURU 

BAB I
LATAR BELAKANG

Era reformasi telah membawa perubahan-perubahan mendasar dalam berbagai kehidupan termasuk kehidupan pendidikan. Salah satu perubahan mendasar adalah manajemen Negara, yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis daerah. Secara resmi, perubahan manajemen ini telah diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dan disempurnakan menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pedoman pelaksanaannyapun telah dibuat melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Konsekuensi logis dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi.
Penyesuaian dengan jiwa dan semangat otonomi itu, antara lain terwujud dalam bentuk perubahan arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama ke paradigma baru, yang tentu juga berdampak pada paradigma perencanaan pendidikannya. Secara ideal, paradigma baru pendidikan tersebut mestinya mewarnai kebijakan pendidikan baik kebijakan pendidikan yang bersifat substantif maupun implementatif. Seperti yang dinyatakan oleh Azyumardi Azra (2002: xii) bahwa dengan era otonomi daerah :
”Lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah, madrasah, pesantren, universitas (perguruan tinggi), dan lainnya – yang terintegrasi dalam pendidikan nasional- haruslah melakukan reorientasi, rekonstruksi kritis, restrukturisasi, dan reposisi, serta berusaha untuk menerapkan paradigma baru pendidikan nasional”. Selain itu, implementasi kebijakan tersebut diharapkan berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan di daerah dan di tingkat satuan pendidikan.
Agar dampak positif dapat benar-benar terwujud, kemampuan perencanaan pendidikan yang baik di daerah sangatlah diperlukan. Dengan kemampuan perencanaan pendidikan yang baik diharapkan dapat mengurangi kemungkinan timbulnya permasalahan yang serius. Fiske (1996) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman berbagai negara sedang berkembang yang menerapkan otonomi di bidang pendidikan, otonomi berpotensi memunculkan masalah: perbenturan kepentingan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menurunnya mutu pendidikan, inefisiensi dalam pengelolaan pendidikan, ketimpangan dalam pemerataan pendidikan, terbatasnya gerak dan ruang partisipasi masyarakat dalam pendidikan, serta berkurangnya tuntutan akuntabilitas pendidikan oleh pemerintah serta meningkatnya akuntabilitas pendidikan oleh masyarakat. Selain itu, dengan perencanaan yang baik, konon, merupakan separoh dari kesuksesan dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang telah diotonomikan di daerah.
Ditetapkannya Undang Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen merupakan dasar kebijakan untuk memperkuat eksistensi tenaga kependidikan sebagai tenaga profesional, seperti profesi-profesi yang lainnya. Kualitas profesi tenaga guru selalu diupayakan, baik melalui ketentuan kualifikasi pendidikannya maupun kegiatan in-service training, dengan berbagai bentuknya, seperti: pen­di­dikan dan latihan (diklat), penataran dan pelibatan dalam berbagai seminar untuk meng-update wawasannya dalam kompetensi pedagogi dan akademik. Pemerintah mulai menyadari betapa strategisnya peran tenaga guru dalam mengantarkan gene­rasi muda untuk menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan kompetitif sehingga mampu mewujudkan suatu kesejahteraan bersama.
Menurut  Peraturan  Menteri  Negara  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi Birokrasi  Nomor  16  Tahun  2009,  PENILAIAN KINERJA GURU  adalah  penilaian  dari  tiap  butir kegiatan tugas  utama  guru  dalam  rangka  pembinaan  karir,  kepangkatan,  dan  jabatannya. Pelaksanaan  tugas  utama  guru  tidak  dapat  dipisahkan  dari  kemampuan  seorang  guru dalam  penguasaan  pengetahuan,  penerapan  pengetahuan  dan  keterampilan,  sebagai kompetensi  yang  dibutuhkan  sesuai  amanat  Peraturan  Menteri  Pendidikan  Nasional Nomor  16  Tahun  2007  tentang  Standar  Kualifikasi  Akademik  dan  Kompetensi  Guru.
BAB    II
KAJIAN TEORI

Pembangunan bangsa dan negara menuju kesejahteraan bersama merupa­kan isu-isu yang terus berkembang. Ada beberapa terminologi paradigma yang sempat berkembang antara lain: pembangunan berbasis kerakyatan, pembangunan bercirikan partisipatoris, pembangunan yang manusiawi. Dewasa ini pem­bangun­an yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi memang telah berhasil mewujudkan kemakmuran, tetapi gagal dalam mewujudkan kesejahteraan yang merata, bahkan sebaliknya banyak menimbulkan masalah yang sulit dicari pemecahannya.
Pembangunan masyarakat pada dasarnya menekankan pentingnya pe­ngen­tasan kemiskinan melalui berbagai pemberdayaan kelompok-kelompok mar­jinal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki ke­mam­puan ekonomi secara berkelanjutan. Pemerintah dituntut untuk menciptakan dan mengoptimalkan sumber daya manusia dalam berbagai bidang sesuai dengan kebutuhannya. Analisis penelitian ini mendasarkan pada teori pemberdayaan SDM sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan menuju terciptanya SDM yang unggul dan kompetitif dimulai dari peningkatan kualitas kinerja tenaga kependidikan yang profesional.
Pemberdayaan (empowerment) mengandung dua pengertian, yaitu: (1) to give power to (memberi kekuasaan, mengalihkan kekuasaan, mendelegasikan otoritas pada pihak lain, (2) to give ability to (usaha untuk memberi kemampuan) (Oxfort English Dictionary). Makna tersebut mensyiratkan bahwa konsep pening­katan kualitas pendidikan belum mengoptimalkan pada pemberdayaan kinerja guru, yang memiliki peran dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pem­ber­dayaan tenaga pendidik merupakan perwujudan capacity building yang bernuansa pada pemberdayaan sumber daya manusia tenaga pendidik melalui pengembangan berbagai kemampuan (kinerja) dan tanggungjawab serta suasana sinergis antara pemerintah (masyarakat) dengan guru. Upaya optimalisasi kinerja guru yang ber­kelanjutan merupakan faktor yang penting dibanding faktor lainnya dalam peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini telah disadari dan dilakukan oleh peme­rintah melalui penugasan studi lanjut, berbagai training dan penataran pada guru.
Studi lanjut diperuntukkan bagi guru-guru Sekolah Dasar yang belum memiliki kualifikasi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), bahkan yang sudah berijazah S1 bukan PGSD sebagian disarankan untuk menempuh lagi pada S1 PGSD. Sedangkan berbagai training atau pelatihan tentang pengembangan profesi seperti: penyusunan silabus, perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP), model-model pembelajaran, pengembangan evaluasi hasil belajar, diberikan kepada guru. Selain itu juga diselenggarakan berbagai seminar tentang optimal­isasi kinerja guru untuk menunjang kompetensinya secara profesional.
Menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (1996:2) kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pedoman atau petunjuk bagi setiap usaha, dan kegiatan aparatur pemerintahan, sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan  upaya mencapai tujuan. Berdasarkan pengertian di atas, hakikat kebijakan merupakan peraturan-peraturan yang diperlakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Tiga elemen kebijakan (Islamy, 2000:17) yaitu (1) identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai, (2) taktik atau strategi untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (3) penyediaan berbagai input yang memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi tersebut.
Kinerja guru (Job Performance) merupakan sejumlah hasil kegiatan yang telah dilaksanakan atau akan dilakukan oleh guru sesuai profesinya sebagai guru. Suman (2005) mendefinisikan kinerja sebagai “sesuatu yang dikerjakan atau pro­duk/jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang kepada sekelompok orang”. Rao (dalam Mulyasa, 2007) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil dari kemampuan serta usaha. Sedangkan menurut Porter (2006) bahwa kinerja adalah succesfull role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatannya. Kinerja merupakan perilaku yang ditampakkan oleh individu atau kelompok. Dalam mencapai sesuatu seseorang biasanya termotivasi oleh kinerja.
Motivasi merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh setiap orang. Sebab peranan motivasi bisa berfungsi sebagai pendorong kinerja. Kinerja adalah kapa­sitas yang dimiliki seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan suatu peker­jaan. Usaha adalah waktu dan tenaga yang dikeluarkan seseorang untuk mencapai motivasinya. Sedangkan motivasi adalah harapan, keinginan, dorongan hati, de­sak­an untuk mencapai sesuatu. Motivasi diartikan sebagai sikap (mene­rima/me­nolak) terkait dengan minat, kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan. Dalam kait­annya dengan seseorang, maka motivasi dimaksudkan sebagai kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan seseorang untuk melakukan tugas yang menjadi tang­gungjawabnya.
Kemampuan seseorang itu pada dasarnya merupakan hasil proses belajar, yang meliputi aspek-aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Menurut Gagne (1992) hasil belajar merupakan perubahan yang meliputi cognitive, attitude dan psychomotor. Begitu juga pendapat Krathwohl (1994) yang menyatakan bahwa hasil belajar (learning outcomes) yang meliputi tiga domain, yaitu: (a) cognitive, (b) affective, dan (c) psychomotor, yang sering juga disebut dengan taxonomy of education objectives. Kemampuan yang meliputi tiga aspek tersebut akan mem­pengaruhi kinerja seseorang yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat keberhasilan organisasi dalam hal ini kualitas pendidikan.
McClelland (2001) menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi kerja dan kinerja seseorang. Artinya setiap pekerja yang memiliki moti­vasi kerja tinggi akan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi pula. Demikian juga bahwa pemberdayaan memiliki kaitan yang positif terhadap motivasi se­se­orang. Teknik-teknik untuk memotivasi kinerja guru tersebut menurut Prabu Mangkunegara (2005) antara lain: (1) teknik pemenuhan kebutuhan, (2) teknik komunikasi persuasif. Pemenuhan kebutuhan guru merupakan fondamen yang mendasar bagi perilaku kerja. Manajemen tidak mungkin dapat memotivasi guru tanpa memenuhi kebutuhan yang memadai. Menurut Maslow (2005) hirarki kebutuhan guru meliputi: kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri.
Bila dikaitkan antara kebijakan pendidikan dengan penilaian kinerja guru, maka tidak lepas dari  Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru, pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Hal yang sama juga disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.




















BAB    III
PEMBAHASA

Secara alamiah dalam setiap pengambilan kebijakan oleh para penentu kebijakan pada dasarnya didahului dengan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai kondisi yang ada sehingga diperoleh bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai landasan dalam menetapkan kebijakan. Upaya untuk memahami kondisi yang ada dalam segala aspeknya dengan memanfaatkan segala data dan informasi terkait, menggunakan pendekatan ilmiah sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan untuk menentukan kebijakan disebut penelitian atau analisis kebijakan   ( Balitbangdikbud, 2002)
Dalam kaitan ini, Dunn (2001) mendifinisikan analisis kebijakan sebagai ” the process of producing knowledge of and in policy process” ( aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan), sedangkan menurut Muhadjir (2000) analisis kebijakan adalah sebuah telaah kritis terhadap isu kebijakan tertentu, dilakukan oleh analisis dan para pihak yang dipengaruhi kebijakan dengan menggunakan ragam pendekatan dan metoda untuk menghasilkan nasehat atau rekomendasi kebijakan guna mencari solusi yang tepat atas berbagai masalah kebijakan yang relevan.
Sistem penilaian kinerja guru adalah sistem penilaian  yang  dirancang  untuk  mengidentifikasi  kemampuan  guru  dalam  melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukkan  dalam unjuk kerjanya.
Secara umum, penilaian kinerja guru memiliki 2 fungsi utama sebagai berikut.
1.         Untuk  menilai  kemampuan  guru  dalam  menerapkan  semua  kompetensi  dan keterampilan  yang  diperlukan  pada  proses  pembelajaran,  pembimbingan,  atau pelaksanaan  tugas  tambahan  yang  relevan  dengan  fungsi  sekolah/madrasah. Dengan  demikian,  profil  kinerja  guru  sebagai  gambaran  kekuatan  dan  kelemahan guru  akan  teridentifikasi  dan  dimaknai  sebagai  analisis  kebutuhan  atau  audit keterampilan  untuk  setiap  guru,  yang  dapat  dipergunakan  sebagai  basis  untuk merencanakan penilaian kinerja guru .
2.         Untuk  menghitung  angka  kredit  yang  diperoleh  guru  atas  kinerja pembelajaran, pembimbingan,  atau  pelaksanaan  tugas  tambahan  yang  relevan  dengan  fungsi sekolah/madrasah  yang  dilakukannya  pada  tahun  tersebut.  Kegiatan  penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya.
Hasil  penilaian kinerja guru  diharapkan  dapat  bermanfaat  untuk  menentukan  berbagai  kebijakan yang  terkait  dengan  peningkatan  mutu  dan  kinerja  guru  sebagai  ujung  tombak  pelaksanaan  proses  pendidikan  dalam  menciptakan  insan  yang  cerdas,  komprehensif, dan  berdaya  saing  tinggi.  penilaian kinerja guru  merupakan  acuan  bagi  sekolah/madrasah  untuk menetapkan  pengembangan  karir  dan  promosi  guru.  Bagi  guru,  penilaian kinerja guru  merupakan pedoman  untuk  mengetahui  unsurunsur  kinerja  yang  dinilai  dan  merupakan  sarana untuk  mengetahui  kekuatan  dan  kelemahan  individu  dalam  rangka  memperbaiki kualitas kinerjanya.
penilaian kinerja guru  dilakukan  terhadap  kompetensi  guru  sesuai  dengan  tugas  pembelajaran, pembimbingan,  atau  tugas  tambahan  yang  relevan  dengan  fungsi  sekolah/madrasah. Khusus  untuk  kegiatan  pembelajaran  atau  pembimbingan,  kompetensi  yang  dijadikan dasar  untuk  penilaian  kinerja  guru  adalah  kompetensi  pedagogik,  profesional,  sosial dan  kepribadian,  sebagaimana  ditetapkan  dalam  Peraturan  Menteri  Pendidikan Nasional  Nomor  16  Tahun  2007.  Keempat  kompetensi  ini  telah  dijabarkan  menjadi kompetensi  guru  yang  harus  dapat  ditunjukkan  dan  diamati  dalam  berbagai  kegiatan, tindakan  dan  sikap  guru  dalam  melaksanakan  pembelajaran  atau  pembimbingan.
Sementara  itu,  untuk  tugas  tambahan  yang  relevan  dengan  fungsi sekolah/ madrasah, penilaian  kinerjanya  dilakukan  berdasarkan  kompetensi  tertentu  sesuai  dengan  tugas tambahan  yang  dibebankan  tersebut  (misalnya;  sebagai  kepala  sekolah/madrasah, wakil  kepala  sekolah/madrasah,  pengelola  perpustakaan,  dan  sebagainya  sesuai dengan  Peraturan  Menteri  Negara  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009).
Bila analisis kebijakan dikaitkan dengan pendidikan, maka analisis kebijakan pendidikan adalah suatu prosedur ilmiah untuk menelaah dan merumuskan seluruh isu-isu dan permasalahan pendidikan berdasarkan analisa yang tajam dan metode berfikir yang kritis yang selanjutnya menghasilkan sebuah pemikiran atau rumusan yang berguna bagi kebijakan pendidikan.

1.      Landasan Hukum Yang Digunakan Dalam Kebijakan Pendidikan
Dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Kinerja Guru (2010:5) bahwa penilaian kinerja yang terkait dengan proses pembelajaran bagi guru mata pelajaran maupun guru kelas, meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi dan menilai, menganalisis hasil penilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian dalam menerapkan empat domain kompetensi, yang harus dimiliki oleh guru sesuai dengan peraturan Menteri  Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007, tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tantang Guru, Pasal 3, ayat 1 disebutkan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dalam ayat 3 disebutkan yang dimaksud dengan kompetensi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008, tentang Guru, pasal 2 disebutkan, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.Hal yang sama juga pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 28. Di Pasal 4 ayat 1 disebutkan sertifikat pendidik diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga pendidikan, yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Pasal 52 ayat 2 disebutkan beban kerja guru paling sedikit 24 jam tatap muka dan paling banyak 40 jam tatap muka dalam satu minggu. Sedang pada pasal 54, menyebutkan beban mengajar kepala satuan pendidikan 6 jam tatap muka, wakil kepala sekolah, kepala perpustakaan, kepala laboratorium,  12 jam tatap muka, sedang guru BK  memberi bimbingan  minimal 150 siswa.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, pasal 45 ayat 2 disebutkan bahwa guru memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan di tingkat satuan pendidikan yang di antaranya meliputi penyusunan rencana strategis; menyampaikan pendapat menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban anggaran dan pendapatan belanja sekolah; penyusunan anggaran tahunan satuan pendidikan. Sedang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 3 disebutkan bahwa Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Pada pasal 19 dikatakan proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenanngkan, menantang, memotivasi peserta didik, untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. Pasal 20 mengatakan, perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar. Pasal 23 menyebutkan bahwa pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.

2.      Implementasi Kebijakan Dalam Penilaian Kinerja Guru
Guru menjadi ujung tombak dalam keberhasilan perkembangan sumber daya manusia suatu bangsa, maka guru memang harus bekerja secara profesional, sehingga diharapkan mampu meningkatkan proses pembelajaran. Tapi, yang menjadi persoalan, apakah standar penilaian yang digunakan itu sesuai dengan kondisi di lapangan, terutama bagi sekolah yang berada di pinggiran, yang selama ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah, baik yang berkaitan dengan kelengkapan sarana dan prasarana maupun segi pembinaannya. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru, pasal 2, guru diwajibkan memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik. Yang menjadi persoalan sekarang, guru banyak yang merasa kesulitan untuk menenuhi target tersebut.
Sertifikasi yang diadakan pemerintah,setiap tahunnya, jumlahnya terbatas, sehingga guru yang sudah bersertifikasi jumlahnya sangat sedikit. Banyak sekali guru yang seharusnya sudah tersertifikasi bahkan hingga tiba usia pensiun belum juga tersertifikasi, hal ini dikarenakan tempat tugas mereka yang jauh dari informasi. Perangkingan dalam data base guru antrian sertifikasi sendiri mengharuskan guru berperan aktif dalam pendataannya, hal ini yang mengakibatkan guru-guru yang sudah senior tidak mampu mengejar informasi tersebut, sehingga banyak guru yang baru terangkat tetapi lebih dekat tempat kerjannya dengan pusat pemerintahan lebih dulu masuk ke antrian sertifikasi. Hal inilah yang harus dibenahi dimasa mendatang, karena hal ini banyak sekali menimbulkan kecemburuan dikalangan guru sendiri, karena adanya guru di suatu sekolah, yang lebih senior belum masuk antrian sertifikasi, tetapi ada guru yang baru terangkat menjadi pegawai namaya sudah masuk data base sertifikasi.
Masalah terjadi bukan hanya dalam sertifikasi guru, khususnya di Kutai Kartanegara dalam kenaikan golongan saja banyak guru yang masa kerjanya sudah lebih dari lima tahun belum pernah ada perubahan golongan. Hal ini bukan disebabkan kurangnya nilai angka kredit, melainkan karena usulan yang diserahkan ke Dinas Pendidikan tidak pernah diteruskan hingga ke bagian kepegawaian daerah, data usulan berserakan begitu saja dan kemudian hilang dan harus mengusulkan lagi pada periode berikutnya.
Permasalahan ini sebenarnya bisa terselesaikan bila pihak-pihak yang terkait kepegawaian di Dinas Pendidikan, Cabang Dinas Pendidikan/UPT Dinas Pendidikan berperan aktif dalam pendataannya, karena merekalah yang selama ini menerima laporan secara langsung mengenai kepegawaian antara lain, daftar hadir guru, mutasi guru, analisis kebutuhan, maupun penambahan guru baru. Sehingga dalam hal ini jika pengolahan data di dinas tersebut berjalan baik tidak ada alasan ada guru yang sebetulnya lebih layak mendapatkan sertifikat profesi akan tertinggal.























BAB    IV
KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan/ dirangkum hal-hal sebagai berikut:
a.       Era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam pendidikan, salah satunya adalah terjadinya perubahan arah paradigma pendidikan, termasuk dalam hal sistem perencanaan pendidikan di daerah.
b.      kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pedoman atau petunjuk bagi setiap usaha, dan kegiatan aparatur pemerintahan, sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan  upaya mencapai tujuan. Berdasarkan pengertian di atas, hakikat kebijakan merupakan peraturan-peraturan yang diperlakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
c.       analisis kebijakan adalah sebuah telaah kritis terhadap isu kebijakan tertentu, dilakukan oleh analisis dan para pihak yang dipengaruhi kebijakan dengan menggunakan ragam pendekatan dan metoda untuk menghasilkan nasehat atau rekomendasi kebijakan guna mencari solusi yang tepat atas berbagai masalah kebijakan yang relevan.
d.      bahwa kinerja adalah succesfull role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatannya. Kinerja merupakan perilaku yang ditampakkan oleh individu atau kelompok. Dalam mencapai sesuatu seseorang biasanya termotivasi oleh kinerja.
e.       Bila analisis kebijakan dikaitkan dengan pendidikan, maka analisis kebijakan pendidikan adalah suatu prosedur ilmiah untuk menelaah dan merumuskan seluruh isu-isu dan permasalahan pendidikan berdasarkan analisa yang tajam dan metode berfikir yang kritis yang selanjutnya menghasilkan sebuah pemikiran atau rumusan yang berguna bagi kebijakan pendidikan.
f.       Secara umum, penilaian kinerja guru memiliki 2 fungsi utama sebagai berikut.
1.      Untuk  menilai  kemampuan  guru  dalam  menerapkan  semua  kompetensi  dan keterampilan  yang  diperlukan  pada  proses  pembelajaran,  pembimbingan,  atau pelaksanaan  tugas  tambahan  yang  relevan  dengan  fungsi  sekolah/madrasah. Dengan  demikian,  profil  kinerja  guru  sebagai  gambaran  kekuatan  dan  kelemahan guru  akan  teridentifikasi  dan  dimaknai  sebagai  analisis  kebutuhan  atau  audit keterampilan  untuk  setiap  guru,  yang  dapat  dipergunakan  sebagai  basis  untuk merencanakan penilaian kinerja guru .
2.      Untuk  menghitung  angka  kredit  yang  diperoleh  guru  atas  kinerja pembelajaran, pembimbingan,  atau  pelaksanaan  tugas  tambahan  yang  relevan  dengan  fungsi sekolah/madrasah  yang  dilakukannya  pada  tahun  tersebut.  Kegiatan  penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya.
g.      Konsep kebijakan pendidikan yang terkait dengan Penilaian Kinerja Guru, merupakan konsep yang baik dalam usaha menjadikan guru semakin profesional dalam menjalankan tugasnya. Sayangnya, kebijakan tersebut implementasinya di lapangan belum maksimal, hal ini dikarenakan kurang berperanya pengawasan dan penilaian kepegawaian di tingkat kabupaten/kota.








DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru Departemen Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005  tentang Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Peraturan Menteri Pendidikan Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Klasifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah.

Tilaar, H.A.R. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional.Jakarta: Rinek Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar